Minggu, 30 Oktober 2016

JANGANLAH TERLALU SIBUK MENCARI KEBURUKAN ORANG LAIN



Wahai sahabat,

Janganlah terlalu sibuk mencari keburukan (kekurangan, aib) orang lain. Tetapi sibuklah untuk mencari keburukan (kekurangan, aib) dirimu sendiri. Itu jelas lebih bermanfaat.

Jika kita terlalu sibuk untuk mencari keburukan (kekurangan) orang lain, kita tidak sempat lagi mengetahui keburukan (kekurangan) kita sendiri.

Waktu yang ada habis untuk mencari (menemukan) keburukan orang lain. Hingga tidak ada lagi waktu tersisa untuk mencari keburukan kita sendiri.

Mengetahui keburukan (kekurangan) diri sendiri itu sangat penting. Tujuannya adalah untuk perbaikan dalam diri ke depan. Untuk membuat perbaikan dalam diri, terlebih dahulu kita harus mengetahui kekurangan dalam diri. Dan itu lebih sulit.

Menemukan keburukan orang lain itu mudah karena kita bisa melihat atau mendengarnya dengan jelas. Tetapi keburukan kita itu tersembunyi dan tidak terlihat. Kita harus mencarinya dengan bercermin dan merenungi diri. Dan itu membutuhkan waktu yang lebih lama.

BELAJAR MENGENALI MASALAH



Jika kita ingin memperbaiki sesuatu (masalah), kita harus mengenali masalah itu lebih dahulu. Kita harus mengetahui apa saja yang terkait. Apa saja masalah yang terlihat dan apa yang tersembunyi. Kita harus mendapatkan dulu apa dan dimana akar masalahnya.

Bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi harus berkali-kali. Minimal 2 atau 3 kali. Sama seperti belajar dari gambar PETA, kita harus tahu kemana rute jalan yang ada. 

Jika kita membuat solusi tanpa mengenali masalah terlebih dahulu, yakinlah bahwa kita hanya akan membuat kerusakan. Masalah bukan hilang namun tambah besar dan parah. Lalu berbagai kerugian berdatangan. Tagihan meningkat. Emosi meluap-meluap. Lalu bertengkar dengan sesama (tim, keluarga, saudara).

Belajarlah mengenali masalah sebelum membuat perbaikan.

SABAR DAN DOA ISTIGHFAR



Seorang teman di Facebook bertanya kepada saya di inbox. Ia menceritakan bahwa ia sedang memulia bisnis. Tetapi ada temannya yang merendahkannya. Tidak kapok. Bisnis terus tapi tidak ada berhasil. Kemudian saya memberikan jawaban saya melalu inbox.

Saya sengaja membagikan cerita ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi teman-teman yang lain. Untuk privasi, saya sengaja merahasiakan namanya.

Berikut pembicaraan kami melalui inbox:

Fulan W:
Assalamualaikum kak

Saya menjawab:
Waalaikumsalam wr. wb.

Saya menjawab:
Ya. Ada apa Dhik W....?

Fulan W:
Kak saya mau curhat.

Saya menjawab:
Silahkan...

Fulan W:
Kak saya punya  bisnis baru mulai juga. Terus ada teman saya yang selalu merendahkan diri saya. Ia berkata, “Tidak ada kapoknya. Bisnis terus, tetapi tidak ada yang berhasil.” Dia malah seperti menyombongkan apa yang ia miliki sekarang kak.”  

Saya menjawab:
Semua itu ujian bagimu. Saya sudah banyak cerita tentang demikian. Intinya sama. Kita ingin lakukan sesuatu untuk berkembang, tetapi ada orang-orang di sekitar kita yang merendahkan, memarahi dan bahkan meminta kita untuk berhenti. Memang kita tidak tahu bagaimana menyikapi. Apakah kita ikut saran mereka? Ataukah kita berhenti dan mencari yang lain?

Dahulu saya hobi elektronika. Saya senang sekali memperbaiki peralatan elektronik tetangga. Saat itu saya senang melakukannya, mesti saya tidak dibayar. Bagaimana mau menerima dari uang mereka. Mereka saya anggap orang miskin.

Saya menyukai hobi saya dengan elektronika sejak saya SMA. Jika sudah memegang rangkaian, kadang sampai larut malam, jam 2 pagi belum tidur. Saat itu saya merasa tertantang. Saya merasa senang dan menikmati. Pernah bapak dan ibu saya memarahi, saya dianggapnya hanya buang-buang duit nggak dapat apa-apa. Saya memperbaiki peralatan tetangga nggak dapat apa-apa dan bahkan saya rugi listrik untuk soldier pemanas. Karena alasan itu saya jadi setengah-setengah. Memang benar apa yang dikatakan oleh bapak dan ibu saya. Selama itu saya nggak dapat duit.

Tetapi setelah banyak belajar dari orang-orang yang sukses. Belajar dari banyak buku motivasi. Sebenarnya bapak atau ibu saya itu salah. Saya juga salah karena mengikuti nasehat mereka. Untuk menjadi mahir dan dibayar mahal dalam elektronika, saya harus banyak membuat percobaan. Saya harus luangkan waktu untuk memperbaiki keahlian saya di bidang elektronika. Karena saya tidak kuat, akhirnya saya tidak berhasil di bidang itu.

****
Saat saya memberikan jawaban sampai di sini, tiba-tiba teman saya mengajak untuk makan Bakso Malang. Saya mengira bercanda, ternyata serius. Dengan berat hati saya ikuti ajakan teman saya. Saya berangkat bersama 3 orang ke warung. Setelah makan saya pulang dan pas shalat mahgrib. Setelah shalat di masjid, saya baru kembali membalas lagi jawaban yang masih kurang. Teman saya berkata, “Kenapa pulang dari masjid lebih awal?” Saya menjawab, “Ada sesuatu yang harus saya kerjakan di Facebook.”
  
Fulan W:
Jadi aku harus gimana kak?

Saya menjawab:
Kalau anda tanya saya, terus terang saya tidak tahu. Untuk menentukan anda berhenti atau terus dengan binis anda itu saya butuh waktu banyak. Sedangkan media ini dan waktu yang ada tidak cukup. Kalau saran saya, "Bertanyalah kepada Allah tentang apa yang harus dilakukan dalam doamu?" Nanti akan ada petunjuk yang harus kamu pelajari. Petunjuk itu datang dari orang-orang di sekitar kita. Misalnya melalui pembicaraan orang lain tanpa sengaja. Tujuan saya melatih diri anda untuk membuat keputusan sendiri. Dan keputusan itu adalah yang terbaik untuk anda.


Fulan W:
Ya Allah makasih kak atas nasehat nya aku senang sekali punya teman seperti kakak

Saya menambahkan :
Sekedar berbagi pengalaman untuk pelajaran. Kakak saya dulu saat memulai bisnis laundry banyak gangguan dan cobaan. Di saat awal, orang tua saya tidak setuju mengenai bisnis.

Orang tua saya ingin kakak saya bekerja seperti yang lainnya misalnya di perusahaan, jadi guru atau karyawan. Tetapi saya masih ingat saat kuliah. Dosen saya mengajarkan tentang Kewirausahaan. Kami mahasiswa saat dituntut untuk menciptakan usaha dan lapangan kerja. Bukan seperti zaman sebelumnya, setelah lulus kuliah lalu mencari pekerjaan. Karena saya menyadari bahwa jiwa saya tidak bisa bisnis. Saya mendukung kakak saya untuk berbisnis. Akhirnya saya membantu kakak saya dalam bisnis laundry. Padahal saya tidak menyukai bisnis laundry. Saya dulu pernah bertanya dalam hati, "Kenapa kakak saya memilih bisnis laundry?" Belakangan saya tahu. Setiap orang itu biasanya hanya ikut-ikutan. Mungkin kakak saya terinspirasi dari teman kuliahnya dulu yang bisnis laundry.

Untuk bisnis, kakak saya perlu modal uang banyak dan kekuatan. Saat itu sayalah yang di sampingnya. Saya meyakinkan orang tua saya untuk memberikan bantuan modal. Saya meyakinkan kepada orang-orang sekitar yang juga menentang kakak saya. Bertahun-tahun bisnis laundry kami berjalan. Tetapi kami belum mendapatkan keuntungan financial.

Kalau dinilai uang, kami rugi sekitar Rp50an juta atau lebih. Tetapi belum sampai Rp100juta. Bagi saya uang sejumlah itu kerugian yang banyak. Saya telah membaca cerita dari buku. Ada banyak orang yang rugi milyaran rupiah. Kerugian kami itu hanyalah kecil.

Meski begitu kami menderita juga. Pusing di kepala. Keluarga kami saling menyalahkan. Terutama orang tua saya. Sedih karena banyak kehilangan. Sedih karena tertinggal dengan teman-teman yang lain yang sudah punya ini dan itu. Saya juga pernah bertengkar dengan kakak saya. Setelah evaluasi akhirnya kami sadar. Bahwa untuk bisnis itu resikonya besar. Jika takut dengan resiko jangan jadi pebisnis. Jadi karyawan saja. Tapi kalau ingin kaya harus bisnis atau dagang.

Fulan W:
Tapi saya bisnisnya bisa lewat online atau offline kak.

Saya menjawab:
Semua bisnis intinya sama. Ada tantangan dan ujiannya. Kata yang selalu dikutip orang dalam bisnis adalah ulet, sabar, tekun. Dirut BRI Joko Santoso pernah bilang, "Orang harus PLN. Pinter, Luwes dan Nasib Baik." Prof Suyanto berkata, "Bisnis itu kalau langsung untung banyak seperti kuliah dan dapat beasiswa. Tetapi kalau rugi, kerugian itu seperti uang untuk bayar SPP."

Atasan saya mengundurkan diri dari perusahaan lama tempat ia bekerja pada tahun 2011. Karena ia ingin membuat perusahaan sendiri dengan temannya dalam bidang yang sama, konsultan kapal. Beberapa kali sebelumnya ia ingin keluar dari perusahaan. Tetapi selalu ditahan atasannya. Hingga ia diijinkan keluar di tahun itu.

Saat membuat perusahaan baru, tahun-tahun pertama sangat berat baginya. Pendapatan yang ada hanya cukup sampai bulan Desember. Saat itu teman saya banyak puasanya (menahan keinginan membeli barang). Itu berlangsung selama beberapa tahun. Baru tahun ini atasan saya memperoleh proyek yang besar. Lalu saya dihubungi untuk membantunya.

Untuk berhasil itu butuh waktu. Kita tidak tahu kapan itu dan berapa lama. Tukul Arwana sukses di televisi setelah berjuang selama 17 tahun. Itu bukan waktu yang singkat...

Dan mengenai kakak saya, saat ini belum berhasil dengan bisnis laundrynya. Tetapi kakak saya telah berhasil membentuk seorang manajer bisnis laundry muda. Ada temannya yang dulu pernah ikut di bisnis laundry. Lalu sekarang ia mengelola bisnis laundry di kota yang lain. Ia menjalankan laundry orang lain dan  lebih berhasil dari kakak saya. Pelanggan dan karyawannya lebih banyak.
Kalau dihitung uang kami memang rugi. Tetapi ada sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan uang. Hikmah dan pengalaman. Kami telah mendapatkan sesuatu yang orang lain tidak dapatkan. Termasuk diri saya sendiri.

Dalam hal apapun kita butuh waktu, uang, modal untuk belajar. Itu semua adalah investasi yang harus kita bayar...

Fulan W:
Sekarang aku paham inti dari semua itu sabar. Berusaha dan berdoa ia kan kak?

Ya. Kata 'sabar' dan 'doa' itu harus kita ingat-ingat. Dalam hal ini saya juga berlatih sabar. Ada orang berkata, "Jika kita kehilangan kesabaran, maka saat itu kita juga telah kehilangan kekuatan."

Saya sering membaca doa istighfar. Sekedar berbagi pengalaman. Tiap kali saya baca ini : "Astaghfirullah robbal baroya Astaghfirullah minal khotoya," saya hampir selalu mendapatkan rezeki tak terduga.

Tetapi saya menjadi heran, karena rezeki itu datang dalam bentuk makanan. Entah tetangga kasih makanan atau teman saya mentraktir saya. Padahal saya berharap rezeki tak terduga itu dalam bentuk uang. Lalu saya berpikir ulang. Setiap hari saya butuh makan. Untuk makan perlu uang untuk bayar makanan/minuman. Kalau sudah dapat makanan entah itu dari teman atau tetangga, berarti saya tidak perlu lagi keluar uang untuk membeli makanan.

Saya mempunyai keyakinan Allah menurunkan rezeki itu dalam bentuk makanan melalui orang-orang di sekitar saya. Teman saya, keluarga saya, tetangga saya atau kerabat saya. Kadang juga dari orang yang tidak saya kenal.

Dan saya punya keyakinan bahwa banyak membaca istighfar untuk mendapatkan rezeki itu benar. Seperti dalam surat Nuh: "maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Rabb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun'." – (QS.71:10) "niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat," – (QS.71:11) "dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." – (QS.71:12) "Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah." – (QS.71:13)

****Keesokannya hari saya membuka Facebook lagi.

Fulan W:
Subhanallah..... Terimakasih ya kak atas segala nasehatnya. Semoga kakak diberi kemudahan dalam segala urusan kakak dan dilimpahkan rezeki yang barokah. Aamiin..

Saya menjawab:
Ya. Sama-sama.
****NB:
Dari Aisyah RA, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Wahai Aisyah, orang yang memberimu sesuatu tanpa kau memintanya maka terimalah, sebab barang itu merupakan rezeki yang diberikan oleh Allah kepadamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

TIDAK TAHU



Atasan saya ingin menginstall kamus Bahasa Indonesia – Inggris di dalam laptopnya. Software yang ada adalah Kamus 2.04. Laptop atasan saya menggunakan Windows 10. Setelah berhasil menginstall sendiri, teman saya heran. Setiap ingin membuka kamus, harus menunggu install dulu. Menurutnya itu tidak wajar. Biasanya sofware sudah diinstall, langsung bisa digunakan. Tidak perlu install lagi.

Atasan saya memanggil saya untuk melihat apa masalahnya. Bahkan ia menunjukkan langsung kepada saya. Beberapa kali ia harus menginstall software kamus itu. Merasa bosan, ia meminta saya untuk mencari sofware lain. Ia berkata, “Jangan memakai sofware yang ini.” 

Saya sendiri juga heran menyaksikan. Kenapa bisa seperti itu? Saya langsung berpindah ke laptop saya. Saya mencari software yang selain versi itu di internet tetapi tidak dapat. Akhirnya saya download saja software yang sama. Lalu saya coba install di laptop saya dan berhasil. 

Saya mengatakan kepada atasan bahwa saya berhasil menginstall software tersebut dalam laptop saya. Ia heran. Atasan saya meminta copy dari sofware kamus itu melalui flashdisk. Tetapi ketika ia menginstall ulang hasilnya sama saja. Software bisa berjalan, tetapi tidak bisa normal. Sama seperti yang sebelumnya. Ketika diklik harus menunggu lama karena menginstall lagi.

Lalu saya berpikir, “Mengapa software itu berjalan tidak normal di laptop atasan saya? Mungkin karena laptop atasan menggunakan Windows 10, versi yang lebih baru dan lebih tinggi.” Laptop saya menggunakan Windows 8.1. Mungkin software kamus itu dibuat bukan untuk Windows versi yang baru. Lalu saya browsing lagi di internet mengenai informasi Kamus 2.04. Ternyata saya mendapatkan informasi bahwa software itu juga bisa berjalan di Windows 10.

Ketika atasan saya pergi untuk shalat ashar, saya mendekati laptop atasan saya karena penasaran. Saya mencoba menginstall ulang Kamus 2.04 dan berhasil. Lalu saya memberitahu atasan saya tentang hal itu. Atasan saya heran, kenapa ia tidak berhasil seperti saya. Jujur saya juga tidak tahu dimana salahnya. Kami sama-sama menginstall software yang sama, tetapi kok hasilnya beda. Terus terang saya tidak tahu salahnya dimana.

Tetapi ini bukan pengalaman saya yang pertama. Saya sudah sering mengalami kejadian yang demikian. Orang yang banyak pengalaman dan orang yang sedikit pengalaman itu bedanya di situ. Melakukan hal yang sama, tetapi hasilnya berbeda. Yang banyak pengalaman melakukannya dengan lebih baik. 

Jika saya ditanya, ‘Kenapa bisa seperti itu?’ Saya mengatakan, “Tidak tahu. Mungkin orang yang banyak pengalaman itu memiliki intuisi yang lebih bagus.”